Rabu, 03 Desember 2008

KETIKA MOTIVASI MENGALAHKAN FISIK

“Winning is about heart, not just legs. It's got to be in the right place.” (Lance Armstrong)

Pekan ini, saya ingin mengajak Anda semua belajar tentang kekuatan motivasi superdahsyat. Sebuah motivasi yang mampu mematahkan vonis dokter ahli akan ketiadaan harapan. Justru dalam keadaan terpuruk dan seolah-olah tiada pertolongan lagi itulah, ia mampu menciptakan rekor dunia tujuh kali. Itulah Lance Armstrong yang kita bahas kali ini.

Sebelumnya, bayangkan dulu satu skenario ini. Anda sudah menggeluti olahraga ini sejak usai 13 tahun. Olahraga ini sudah katam Anda jalani. Saat ini, karir olahraga Anda melejit. Beberapa perusahaan rebutan kontrak sponsorship dengan Anda. Dana mengucur deras ke kantong. Tapi, mendadak Anda harus terpaksa dirawat. Usai menjalani diagnosis, Anda divonis kena kanker ganas dan sudah menjalar ke paru-paru dan otak Anda. Kata dokter, harapan hidup Anda tinggal 40%. Padahal, Anda baru berusia 25 tahun, usia produktif. Lalu apa yang bakal Anda lakukan? Menyerah, mundur dari olahraga, dan mengutuki Tuhan? Atau justru memacu Anda semakin bersemangat untuk menciptakan momen spektakuler dalam sisa waktu ini?

Nah, Lance Amrsmtrong memilih langkah kedua. Inilah yang menjadikan dirinya manusia super dengan catatan rekor luar biasa. Bagaimana bisa? Kisahnya dimulai pada tahun 1996 saat Lance Armstrong jadi pembalap tenar dan baru saja memenangi kejuaraan Dunia Balap Sepeda. Langsung saja, sebuah kontrak senilai US$2,9 juta diberikan kepadanya dari suatu sponsor Prancis. Namun, pada 2 Oktober 1996, ia diperiksa oleh dokter dan dinyatakan menderika kanker testis yang sudah menjalar hingga ke paru-paru serta otaknya. Kesimpulannya, kankernya ganas, harapan hidupnya tinggal sekitar 40%, dan kesehatannya makin menurun. Ia pun disarankan banyak istirahat dan berhenti dari latihan fisik.

Lance Armstrong bukan orang yang patah arang. Ia tetap menjalankan latihannya untuk membuktikan masih banyak yang mampu diraihnya. Ia setia menjalani kemoterapi. Dan setelah dinyatakan berangsur membaik. Lance Armstrong kembali dengan latihannya, mulai dari latihan sederhananya karena berat badannya turun drastis. Namun, belakangan, penurunan berat badan ini menjadi keuntungannya untuk mengikuti turnamen. Akhirnya, saat latihan di trail Blue Rider Mountain, Lance memotivasi dirinya sendiri untuk menciptakan rekor lebih tinggi. Ia menyakini ia akan sanggup meraihnya.

Intuisinya terbukti pada 1999 saat ia mulai kembali bertanding. Kali ini dalam acara Tour de France yang sangat prestisius. Mula-mula, lajunya lambat dan ia membiarkan orang lain memimpin lebih dulu. Di pertengahan gunung Alpen, di tengah hujan yang dingin itulah, akhirnya Lance menyalip cepat pembalap yang berada di urutan terdepan. Dan untuk pertama kalinya, ia menjuarai Tour De France. Orang berpikir, inilah tonggak sejarah yang ingin diciptakan oleh Lance Armstrong dan ia akan berhenti setelah itu. Ternyata tidak. Justru karirnya masih terus melaju, bahkan ia memenangi enam kali berturut-turut lomba Tour de France. Lebih dari itu berbagai penghargaan juga diraihnya, seperti “Sport Personality terbaik”.

Apakah yang bisa kita pelajari dari Lance Armstrong? Ada banyak hal. Pertama, tentunya soal kekuatan motivasi yang mengalahkan kekuatan fisik. Seperti yang terjadi pada Lance Armstrong yang berangsur sembuh berkat motivasinya yang gigih, begitu pula banyak dokter menemukan bahwa pasien dengan motivasi sembuh yang luar biasa akan punya peluang sembuh yang lebih besar. Hal ini juga pernah dilakoni oleh tokoh Bruce Lee yang setelah divonis mengalami keretakan fisik lantaran latihannya yang gila-gilaan, justru semakin termotivasi untuk sembuh. Akhirnya, bisa kembali latihan bahkan dengan skills yang lebih dahsyat. Inilah kekuatan motivasi yang sanggup mengalahkan rintangan fisik.

Kedua, Lance Armstrong mengajari kita untuk tidak perlu meratapi masalah. Tapi, melihat sisi lain dari masalah itu. Saat divonis dokternya dengan kanker, Lance Armstrong tidak meratapi dirinya dan menyesali diri, tetapi ia justru bangkit dengan kekuatan berlipat. Inilah yang akhirnya membuat ia masih mampu menciptakan enam rekor Tour de France. Bandingkan dengan kebanyakan dari kita yang saat menghadapi masalah justru berhenti, mundur, meratapi diri, atau pun menyalahkan orang lain atau bahkan Tuhan.

Ketiga, Lance Armstrong mengingatkan bahwa dalam diri ada kekuatan api motivasi luar biasa yang kadang tidak kita sadari. Seringkali, dengan berbagai cobaan dan tantangan, justru api itu semakin menyala. Demikianlah rintangan dan cobaan kadang bisa menjadi cara Tuhan ‘memberitahu’ betapa mulia dan dahsyatnya kekuatan yang ada pada diri kita. Hal ini seharusnya membuat kita yang normal, sehat, dan memiliki kehidupan bagus, mestinya semakin termotivasi. Sayangnya, kadang ketika segalanya berjalan baik, motivasi kita justru melempem. Memang menjadi pertanyaan kita apakah kalau Lance tidak kena kanker, maka ia akan enam kali menjadi juara Tour de France.

Mari kita renungkan lagi kalimat Lance yang menarik, “Segalanya mungkin. Anda boleh dibilang berpeluang 90 persen atau 50 persen atau pun 1 persen. Tapi, yang penting Anda harus tetap percaya dan Anda harus tetap berjuang!”

Rabu, 12 November 2008

STUART HAMBLIN

Dahulu di tahun 50-an ada seorang penyiar radio, pelawak, dan penulis lagu di Hollywood, yang bernama Stuart Hamblin. Ia dikenal karena peminum, gonta-ganti wanita, suka pesta pora, dan lain-lain.

Salah satu lagu hits-nya pada waktu itu adalah "Aku Tidak Mau Pergi Berburu Denganmu Jake, Tapi Aku Pergi Berburu Cewek". Pada suatu hari seorang pengkhotbah muda mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Tenda. Hamblin mengajaknya ikut siaran di acara radionya untuk mengolok-olok dia.

Untuk mengumpulkan informasi lebih banyak untuk acaranya, Hamblin menghadiri salah satu acara KKR itu. Pada awal acara ibadah itu sang pengkhotbah mengumumkan, "Di sini ada seorang pria yang hidupnya penuh kepalsuan." Mungkin saja ada orang-orang lain yang merasa hal yang sama, namun Hamblin merasa yakin bahwa dirinyalah yang dimaksud pengkhotbah itu (beberapa orang menganggapnya ia tertempelak), namun ia tak bertobat.

Perkataan itu terus menghantuinya sampai beberapa malam kemudian, sehingga ia muncul di depan pintu kamar hotel pengkhotbah itu dalam keadaan mabuk pada sekitar jam 2 pagi, meminta agar pengkhotbah itu berdoa baginya. Namun pengkhotbah itu menolak, sambil berkata, "Ini adalah urusan anda dengan Tuhan dan saya tidak ingin mencampuri." Meskipun demikian pengkhotbah ini mempersilakan Hamblin masuk ke kamar hotelnya dan mereka berbicara sampai jam 5 pagi, hingga Stuart bertekuk lutut di hadapan Tuhan dan menangis, berseru kepada Allah.

Itu bukanlah akhir kisahnya. Sejak saat itu Stuart berhenti minum-minuman keras, berhenti mengejar-ngejar wanita, berhenti melakukan segala hal yang "fun". Segera ia mulai tidak disukai lingkungan Hollywood.

Akhirnya ia dipecat dari stasiun radio itu ketika ia menolak perusahaan bir menjadi sponsor. Ia mengalami masa yang sukar. Ia mencoba menulis beberapa lagu "Kristen", namun yang meraih sukses hanya lagu "This Old House", yang digubah untuk temannya, Rosemary Clooney.

Sementara ia terus bergumul, seorang sahabat lamanya, John, menemuinya dan berkata kepadanya, "Semua kesulitan ini dimulai ketika engkau menemukan "agama". Apakah hal itu layak untuk ditukarkan dengan semuanya?" Stuart berkata sejujurnya, "Ya."

Kemudian sahabatnya ini bertanya, "Dahulu engkau sangat menyukai minuman keras, apakah tidak pernah kepingin lagi?" Dan jawaban Stuart, "Tidak!" Lalu John berkata lagi, "Aku tidak mengerti bagaimana engkau bisa berhenti minum dengan mudah."

Dan jawaban Stuart adalah, "Itu bukan rahasia besar. Segalanya mungkin bersama Allah." Atas jawaban ini John berkata, "Nah, itu adalah perkataan yang menarik. Engkau harus menulis sebuah lagu tentang hal itu."

Dan seperti orang bilang, "Selebihnya menjadi sebuah sejarah." Lagu yang digubah Stuart adalah "It Is No Secret" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, "Tak Tersembunyi Kuasa Allah."

Tak tersembunyi, kuasa Allah
Yang lain ditolong, saya juga
Tangan-Nya terbuka, menunggulah
Tak tersembunyi, kuasa Allah.

Ngomong-ngomong, sahabat Stuart itu adalah John Wayne. Dan pengkhotbah muda yang menolak mendoakan Stuart Hamblin? Dialah …Billy Graham! (Diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk http://pentas-kesaksian.blogspot)

Senin, 03 November 2008

GADIS PEMBAWA APEL

Kisah Herman Rosenblat, Miami Beach, Florida.
Bulan Agustus 1942, di Piotrkow, Polandia. Langit mendung pagi itu ketika kami menunggu dengan gelisah. Semua pria, wanita dan anak-anak dari perkampungan Yahudi Piotrokow telah digiring ke arah sebuah lapangan. Menurut kabar yang terdengar, kami akan dipindahkan. Ayahku baru saja meninggal karena penyakit tifus, yang berjangkit dengan ganas di perkampungan yang padat ini. Ketakutanku yang paling besar adalah apabila keluarga kami dipisahkan. "Apapun yang kamu lakukan," Isidore, kakakku yang tertua, berbisik, "jangan sebutkan umurmu yang sebenarnya. Katakan saja kamu enam belas tahun!" Aku termasuk anak lelaki yang tinggi untuk umur 11 tahun, sehingga aku dapat menuakan diri. Mungkin dengan cara ini aku dianggap menjadi pekerja yang berguna.

Seorang serdadu Nazi menghampiriku, derap sepatu boot-nya menghentak di bebatuan. Ia memandangku dari atas ke bawah, kemudian menanyakan umurku. "Enam belas," jawabku. Ia menyuruhku ke sisi kiri, dimana tiga kakakku dan para pria lain yang sehat sudah berbaris.

Ibuku dikumpulkan di sebelah kanan bersama para wanita lain, anak-anak, orang-orang sakit dan orang-orang tua. Aku berbisik kepada Isidore, "Kenapa?" tanyaku. Ia tidak menjawab. Aku berlari ke arah mama dan berkata bahwa aku ingin ikut dengannya. "Jangan!" katanya dengan tegas. "Pergilah. Jangan mengganggu. Pergilah bersama kakak-kakakmu." Ibu tak pernah berkata dengan keras seperti itu sebelumnya. Tetapi aku mengerti. Ia sedang melindungiku. Ia mengasihiku sedemikian besar, sehingga kali ini ia berpura-pura sebaliknya. Itulah kali terakhir aku melihat ibu.

Kakak-kakakku dan aku sendiri dipindahkan dalam truk ternak ke Jerman. Kami tiba di Kamp Konsentrasi Buchenwald pada malam hari seminggu kemudian dan kami digiring ke sebuah barak yang sesak. Hari berikutnya, kami diberi pakaian seragam dan nomor pengenal. "Jangan panggil aku Herman lagi." kataku kepada kakak-kakakku. "Panggil saja si 94983". Aku ditugaskan untuk bekerja di bagian krematorium di kamp itu, mengangkut jenazah ke dalam elevator yang digerakkan tangan. Aku juga merasa sudah mati. Hatiku beku, aku telah menjadi sebuah angka belaka.

Segera aku dan kakak-kakakku dikirim ke Schlieben, salah satu cabang kamp Buchenwald, dekat Berlin.

Pada suatu pagi aku pikir aku mendengar suara ibuku. "Nak," katanya dengan lembut namun jelas, "aku mengirimkan kepadamu seorang malaikat." Kemudian aku bangun. Cuma mimpi. Mimpi yang indah. Namun di tempat seperti ini mana ada malaikat? Yang ada hanya bekerja. Dan kelaparan. Dan ketakutan.

Beberapa hari kemudian, aku sedang berjalan-jalan keliling kamp, di belakang barak-barak, dekat pagar yang beraliran listrik dimana para penjaga tidak mudah melihat. Aku sendirian. Di seberang pagar itu, aku melihat seseorang: seorang gadis muda dengan rambut ikal yang berkilauan. Ia setengah bersembunyi di belakang pohon murad. Aku melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain yang melihatku.

Aku memanggilnya pelan-pelan dalam bahasa Jerman. "Apakah kamu punya makanan?" Ia tidak mengerti. Aku bergeser sedikit ke arah pagar dan mengulangi pertanyaan tadi dalam bahasa Polandia. Ia melangkah maju. Aku kurus kering, dengan kain rombeng menutup sekeliling kakiku, namun gadis itu nampak tidak ketakutan. Di matanya kulihat kehidupan. Ia mengambil sebutir apel dari jaket wolnya dan melemparkannya ke arah pagar. Aku menangkap buah itu, dan begitu aku akan berlari menjauh, aku mendengar perkataannya yang lemah, "Aku akan ketemu kamu lagi besok."

Aku kembali lagi ke tempat yang sama dekat pagar itu pada waktu yang sama setiap hari. Ia selalu ada di sana dengan makanan buatku: sepotong roti atau, lebih bagus lagi, sebutir apel. Kami tidak berani ngobrol atau berlama-lama. Kalau kami tertangkap, kami bisa mati. Aku tidak mengenal gadis itu, ia cuma gadis desa, kecuali bahwa ia mengerti bahasa Polandia. Siapa namanya? Mengapa ia mempertaruhkan nyawanya bagiku? Aku selalu berharap akan pemberian makanannya yang dilemparkan gadis ini dari seberang pagar, sebagai makanan yang menyehatkan dalam bentuk roti dan apel.

Hampir tujuh bulan kemudian, kakak-kakakku dan aku dimuat ke dalam sebuah kereta batu bara dan dikapalkan ke kamp Theresienstadt di Cekoslovakia. "Jangan datang lagi," kataku kepada gadis itu. "Kami akan pergi besok." Aku berbalik menuju barak-barak dan tak menoleh ke belakang lagi, bahkan aku juga tidak mengatakan selamat tinggal kepada gadis yang aku tak tahu namanya, gadis pembawa apel itu.

Kami berada di Theresienstadt selama tiga bulan. Perang mulai mereda dan pasukan Sekutu mulai mendekat, namun nasibku rupanya sudah ditentukan. Pada tanggal 10 Mei, 1945, aku sudah dijadwalkan untuk mati di kamar gas pada jam 10 pagi. Di dalam ketenangan fajar pagi hari, aku berusaha mempersiapkan diriku. Begitu sering kematian nampaknya sudah siap menjemputku, namun agaknya aku selalu selamat. Kini, semuanya sudah selesai. Aku memikirkan orangtuaku. Paling tidak, aku pikir kami akan dipertemukan di akhirat.

Pada jam 8 pagi ada keributan. Aku mendengar teriakan, dan melihat orang-orang berlarian ke segala arah ke luar kamp. Aku pergi bersama kakak-kakakku. Pasukan Rusia telah membebaskan kamp ini! Pintu kamp terbuka lebar. Setiap orang berlarian, begitu juga aku.

Secara mengherankan, semua kakak-kakakku selamat. Aku tidak tahu bagaimana caranya. Namun aku tahu bahwa gadis pemberi apel itu telah menjadi kunci bagi kelangsungan hidupku. Di tempat yang nampaknya kejahatan merajalela, kebaikan seseorang telah menyelamatkan hidupku, telah memberiku harapan di tempat dimana tidak ada harapan. Ibuku telah berjanji mengirimkan seorang malaikat, dan malaikat itu telah datang.

Akhirnya aku mencapai Inggeris dimana aku disponsori oleh sebuah yayasan Yahudi, diinapkan di sebuah hostel dengan para pemuda lain yang telah selamat dari Pembantaian Massal dan dilatih di bidang elektronika. Kemudian aku pergi ke Amerika, dimana kakakku Sam telah lebih dahulu pindah. Aku masuk dinas ketentaraan Amerika Serikat selama Perang Korea, dan kembali ke Kota New York setelah dua tahun. Pada bulan Agustus 1957 aku membuka toko servis elektronika milikku sendiri. Aku mulai hidup menetap.

Pada suatu hari, temanku Sid, yang aku kenal di Inggeris, menelponku. "Aku punya teman kencan. Gadis ini punya kenalan seorang Polandia. Yuk, kita ajak kencan mereka berdua." Kencan buta? Tidak, bukan untukku. Namun Sid terus mendesakku, dan beberapa hari kemudian kami pergi menuju Bronx untuk menjemput teman kencannya dan temannya Roma. Aku harus mengakui bahwa, untuk kencan buta seperti ini tidaklah terlalu buruk. Roma adalah seorang perawat di RS Bronx. Ia gadis yang baik dan cerdas. Juga cantik dengan rambut ikal yang cokelat, dan dengan bola mata hijau seperti buah badam yang berkilauan dengan kehidupan.

Kami berempat pergi ke Pulau Coney. Roma adalah gadis yang mudah diajak berbicara, enak diajak bergaul. Ia juga ternyata bosan dengan kencan buta! Kami berdua hanya menolong para sahabat kami. Kami berjalan-jalan di sepanjang pantai, menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang bertiup dari Samudera Atlantik, dan kemudian makan malam di pantai. Aku tak dapat mengingat saat yang lebih indah lagi.

Kami semua bergegas menuju mobil Syd, aku dan Roma duduk di kursi belakang. Sebagai seorang Yahudi Eropa yang telah selamat dari perang, kami menyadari bahwa banyak hal yang belum kami bicarakan di antara kami. Ia memulai topik itu ketika ia bertanya, "Dimana kamu," tanyanya lembut, "ketika perang?"
"Di kamp," kataku, sambil mengingat kenangan mengerikan yang masih jelas terekam, kehilangan keluarga yang tak terpulihkan. Aku telah berjuang untuk melupakannya. Namun kita tak dapat melupakannya.

Ia mengangguk. "Keluargaku bersembunyi di sebuah peternakan di Jerman, tak jauh dari Berlin," katanya kepadaku. "Ayahku mengenal seorang pendeta, dan ia memberikan kami dokumen-dokumen keturunan Jerman."

Aku dapat membayangkan betapa ia harus menanggung penderitaan juga, ketakutan yang selalu menyertai. Dan sekarang di sinilah kami, berdua selamat, di dunia yang baru. "Di sana ada sebuah kamp di dekat peternakan itu." Roma melanjutkan. "Aku melihat seorang anak laki-laki dan aku melemparkan apel kepadanya setiap hari." Kebetulan yang sangat mengherankan kalau ia menolong anak lelaki lain. "Seperti apa rupa anak lelaki itu?" tanyaku. "Ia tinggi, kurus, kelaparan. Aku pasti menemuinya setiap hari selama enam bulan." Hatiku berdetak kencang. Aku tak dapat mempercayainya! Mustahil. "Apakah ia mengatakan kepadamu pada suatu hari bahwa kamu tidak perlu menemuinya lagi karena ia harus meninggalkan Schlieben?" Roma menatapku dengan heran.
"Ya."
"Dialah aku!" Aku meluap dengan sukacita dan keheranan, perasaanku berkecamuk hebat. Aku tak percaya. Malaikatku!

"Aku tak akan membiarkanmu pergi." kataku kepada Roma. Dan di kursi belakang mobil itu dalam suasana kencan buta, aku melamar Roma. Aku tidak ingin menunggu lagi.
"Kamu gila ya!" katanya tertawa. Namun ia mengajakku menemui orangtuanya dalam suatu makan malam Sabat pada minggu berikutnya.

Banyak hal yang ingin kuketahui tentang Roma, namun hal yang paling penting aku ketahui: keteguhan hatinya, kebaikannya. Selama beberapa bulan, di dalam keadaan yang terburuk, ia selalu datang ke pagar dan memberikanku pengharapan. Sekarang aku telah menemukannya lagi, aku tidak akan pernah membiarkannya pergi. Pada hari itu, ia menyetujui lamaranku. Dan aku selalu setia pada janjiku. Setelah hampir lima puluh tahun perkawinan kami, dengan dua orang anak dan tiga cucu, aku tidak pernah membiarkannya pergi.

Kamis, 21 Agustus 2008

KEMARTIRAN POLIKARPUS

Keadaan sangat memanas. Polisi Smyrna sedang memburu Polikarpus, uskup yang disegani di kota itu. Para polisi itu sudah mengirim orang-orang Kristen lainnya untuk dibunuh di arena, kini mereka menghendaki sang pemimpin.

Polikarpus telah meninggalkan kota itu dan bersembunyi di sebuah ladang milik teman-temannya. Bila pasukan mulai menyergap, iapun melarikan diri ke ladang lain. Meskipun hamba Tuhan ini tidak takut mati dan memilih berdiam di kota , teman-temannya mendorongnya bersembunyi. Mungkin karena mereka takut kalau-kalau kematiannya akan mempengaruhi ketegaran gereja. Jika itu alasannya, maka mereka salah tafsir.

Ketika polisi mendatangi ladang pertama, mereka menyiksa seorang budak untuk mencari tahu tentang Polikarpus. Kemudian mereka menyerbu dengan senjata lengkap untuk menangkap uskup itu. Meskipun ada kesempatan lari, Polikarpus memilih tinggal di tempat, dengan tekad, “Kehendak Allah pasti terjadi.” Diluar dugaan, ia menerima mereka seperti tamu, memberi mereka makan dan meminta izin selama satu jam untuk berdoa. Ia berdoa dua jam lamanya.

Beberapa penangkap merasa sedih menangkap orang tua yang begitu baik. Dalam perjalannanya kembali ke Smyrna , kepala polisi yang memimpin pasukan itu berkata, “Apa salahnya menyebut ‘Lord Caesar’ (Tuhan Kaisar) dan mempersembahkan bakaran kemenyan?”

Dengan tenang Polikarpus mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya.

Para pejabat Romawi yakin bahwa roh kaisar, ilahi adanya. Bagi orang Romawi pada umumnya, dengan sejumlah dewa, menyembah kaisar bukanlah masalah. Mereka melihat hal itu sebagaI loyalitas kebangsaan. Namun orang-orang Kristen tahu bahwa itu adalah penyembahan berhala.

Karena orang-orang Kristen menolak menyembah kaisar dan dewa-dewa Romawi, tetapi memuja Kristus secara sembunyi-sembunyi di rumah masing-masing, mereka dianggap orang kafir. Orang-orang Smyrna memburu orang-orang Kristen dengan pekikan, “Enyahlah orang kafir.” Karena mereka tahu bahwa orang-orang Kristen tidak pernah berperan serta dalam berbagai perayaan mereka yang memuja bermacam-macam dewa dan karena tidak pernah mempersembahkan korban, maka mereka menyerang kelompok yang mereka anggap tidak patriotik serta tidak beragama ini.

Maka, Polikarpus pun masuk dalam arena yang penuh dengan kumpulan orang beringas. Tampaknya, gubernur Romawi di sana menghormati usia uskup tersebut. Seperti Pilatus , ia tidak ingin dianggap keji, jika mungkin. Hanya jika Polikarpus mau malakukan persembahan korban, maka semuanya dapat pulang kembali dengan selamat.

“Hormatilah usiamu Pak Tua,” seru gubernur Romawi itu. “Bersumpahlah demi berkat Kaisar. Ubahlah pendirianmu serta berserulah, ‘Enyahkan orang-orang kafir!’”

Sebenarnya, gubernur Romawi itu ingin Polikarpus menyelamatkan dirinya sendiri dengan melepaskan dirinya dari orang-orang Kristen yang dianggap ‘kafir’ itu. Namun, Polikarpus hanya memandang kerumunan orang yang sedang mencemohkannya. Sambil mengisyaratkan ke arah mereka, ia berseru, ‘Enyahkan orang-orang kafir!’

Gubernur Romawi itu berusaha lagi: “Angkatlah sumpah dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!”

Uskup itupun berdiri dengan tegar. Ia berkata, “Selama delapan puluh enam tahun aku telah mengabdi kepadaNya dan Ia tidak pernah menyakitiku. Bagaimana aku dapat mencaci Raja yang telah menyelamatku?”

Menurut kisah, Polikarpus pernah menjadi murid Rasul Yohanes. Jika demikian, mungkin ialah orang terakhir yang berhubungan dengan gereja para rasul. Kira-kira empat puluh tahun sebelumnya, ketika Polikarpus memulai pelayannnya sebagai uskup, Bapa Gereja Ignatius telah menulis surat khusus untuknya. Polikarpus sendiri telah menulis suratnya untuk orang-orang Filipi. Meskipun surat tersebut tidak begitu cemerlang ataupun merupakan pendapatnya sendiri, namun mengandung unsur-unsur kebenaran yang ia pelajari dari para gurunya. Polikarpus tidak mengulas Perjanjian Lama, seperti orang-orang Kristen yang muncul kemudian, tetapi ia menyitir para rasul dan pemuka gereja lainnya untuk meyakinkan orang-orang Filipi.

Kira-kira satu tahun sebelum kemartirannya, Polikarpus berkunjung ke Roma untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tentang tanggal Hari Raya Paskah dengan uskup Roma. Ada cerita yang mengisahkan bahwa ia terlibat dalam perdebatan dengan Marcion, yang ia juluki ‘Anak Sulung Setan’. Ajaran-ajaran para rasul yang ditampilkannya telah membuat beberapa pengikut Marcion bertobat.

Itulah peranan Polikarpus: saksi yang setia. Para pemimpin yang muncul kemudian hari mengadakan pendekatan-pendekatan kreatif untuk mengubah keadaan, namun pada zaman Polikarpus, yang dibutuhkan hanyalah kesetiaan. Ia setia sampai mati.

Di arena perdebatan, pertukaran pendapat antara sang uskup dan gubernur Romawi berlanjut. Pada suatu saat, Polikarpus menghardik lawan bicaranya: “Jika kamu ….. berpura-pura tidak mengenal saya, dengarlah baik-baik: Saya adalah seorang Kristen. Jika Anda ingin mengetahui ajaran Kristen, luangkanlah satu hari khusus untuk mendengarkan saya.”

Gubernur Romawi itupun mengancam akan melemparkan dia ke binatang-binatang buas. “Panggil binatang-binatang itu!” seru Polikarpus. “Jika hal itu akan mengubah keadaan buruk menjadi baik, tetapi bukan keadaan yang lebih baik menjadi lebih buruk.”

Ketika ia diancamakan dibakar, Polikarpus menjawab, “Apimu akan membakar hanya satu jam lamanya, kemudian akan padam, namun api penghakiman yang akan datang adalah abadi.”

Akhirnya Polikarpus dinyatakan sebagai orang yang tidak akan menarik kembali pernyataaan-pernyataannya. Rakyat Smyrnapun berteriak: “Inilah guru dari Asia , bapa orang-orang Kristen, pemusnah dewa-dewa kita, yang mengajar orang-orang untuk tidak menyembah (dewa-dewa) dan mempersembahkan korban sembelihan.”

Gubernur Romawi menitahkan agar ia dibakar hidup-hidup. Ia diikat pada sebuah tiang dan dibakar. Namun, menurut seorang saksi mata, badannya tidak termakan api. “Ia berada di tengah, tidak seperti daging yang terbakar, tetapi seperti roti di tempat pemanggangan, atau seperti emas atau perak dimurnikan diatas tungku perapian. Kami mencium aroma yang harum, seperti wangi kemenyan atau rempah mahal.” Ketika seorang algojo menikamnya, darah yang mengalir memadamkan api itu.

Kisah ini tersebar ke jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran. Gereja menyimpan laporan-laporan semacam itu dan mulai memeringati hari-hari kelahiran serta kematian para martir. Bahkan mereka juga mengumpulkan tulang-tulang nya serta peninggalan lainnya. Setiap tanggal 23 Februari, diperingati hari “Kelahiran Polikarpus” masuk ke surga.

Dalam kurun waktu satu setengah abad berikutnya, ratusan martir menuju kematian mereka dengan setia dan banyak diantara mereka maju dengan semangat. Ini didasrkan pada laporan saksi mata uskup Smyrna itu.

KISAH VIKTOR BRANNSTORM
Misionaris Bagi China (Meninggal 1944)

Kami menerima sebuah catatan dari seorang sponsor, ditulis di atas amplop pemberian bagi pelayanan kami. Pada baris kalimat: “Ayahku mati di China sebagai martir pada tahun 1944.” Ketika kami menghubungi Wasthi B. Cushman, ia menceritakan kepada kami kisah keluarganya:

Kedua orang tuaku, Viktor dan Sonja Brannstorm, diutus oleh Gereja Smyrna di Swedia untuk melayani di China. Setelah hampir 10 tahun di China di tahun-tahun terakhir (selama Perang Dunia II) situasi memburuk, dengan adanya Laskar Merah berpatroli ke seluruh daerah dan menembak orang-orang yang mereka anggap pantas. Tidak ada batu bara untuk menghangatkan ruangan atau memasak. "Kami pindah ke Chao Chow, tetapi ayahku tetap mengajar dan berkhotbah di Ning Tsin, dengan menggunakan sepedanya ia bepergian. Pada musim panas tahun 1944 situasinya sangat gawat, dan hampir seluruh misionaris meninggalkan daerah misinya menuju gunung atau lautan untuk mencari bantuan. Pada tanggal 30 Juli, ayahku membawakan suatu khotbat yang menarik bagi jemaatnya berjudul “Kota Baru” berdasarkan Kitab Wahyu. Ketika ia dalam perjalanan kembali ke Chao Chow , ia dihentikan kurang lebih 5.5km dari pintu kota oleh sepasukan Laskar Merah. Ketika ia berusaha menjelaskan kepada mereka siapa dia, ia ditembak. Pasukan tersebut mengambil sepeda dan jam tangannya. Ia berusia 42 tahun saat itu.’

Pada saat upacara pemakaman, ibu Wasthi, Sonja, berkata keada anak-anaknya, “Mari kita bersyukur pada Allah untuk apa yang Papa telah kerjakan bagi kita semasa ia hidup.” Lalu, menurut seorang misionaris yang menghadiri pemakaman tersebut, “ Sonja mengucapkan doa penuh dengan ucapan syukur. Tidak ada keluh kesah, ddan tidak ada kata mengapa, hanya perasaan terima kasih untuk waktu yang ia jalani dengan suaminya. Ia meminta Allah untuk menyelamatkan dan mengampuni orang yang membunuh suaminya. Kemudian ia menyerahkan hidupnya dan anak-anaknya ke dalam tanganNya yang setia.”

Sonja sedang mengandung saat itu dan ia melahirkan anak yang kelima setelah itu. Keluarga ini akhirnya mampu meninggalkan China di awal tahun 1946, dengan menggunakan perahu berlayar selama delapan minggu.

Sonja tidak pernah mampu kembali lagi sebagai misionaris, tetapi ia kembali ke China sebagai seorang turis selama tahun 1980an. Walaupun saat itu ada batasan-batasan wilayah yang boleh dikunjungi turis, Sonja dan anak laki-lakinya berhasil menemukan seorang supir taksi yang rela membawa mereka ke tempat pelayanannya yang dulu. Ketika ia hampir mendekati gereja, salah seorang wanita tua mengenalinya dengan segera. Ia berlari menuju Sonja dan memeluknya.

Wasthi menyelesaikan kisah ibunya. “Betapa luar biasanya pengalaman itu bagi jiwanya. Ia tahu bahwa kerja keras mereka tidak akan sia-sia.”

Kamis, 19 Juni 2008

ALLAH ALLAHKU MENGAPA ENGKAU MENINGGALKAN AKU

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Adam diberi Hawa kemudian lahirlah sebuah keluarga; Yesus melakukan pelayanan bersama 12 muridNya dan anggota keluarga yang mendukungNya (seperti Maria dan Marta)

Tetapi dosa dapat merusak sebuah hubungan karena dosa Kain membunuh Habel. Yesus menanggung dosa manusia, karena itu Bapa meninggalkanNya. Yesus diadili tetapi tidak didapati kesalahan. Perpisahan memang selalu menyedihkan, tetapi kemudian Yesus mempersatukan keluarga yang terpisah.

Bapak Sabar (nama samaran) hidup dalam keadaan prasejahtera, sehingga istrinya juga harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka mempunyai 3 orang anak. Suatu saat ada seorang teman yang mengajak Pak Sabar untuk ikut ke gereja. Setelah mendengarkan khotbah Pak Sabar mulai tertarik untuk mengenal kebenaran. Setelah beberapa bulan berlalu Pak Sabar memutuskan untuk percaya kepada Yesus.

Mulai saat itu Pak Sabar mengajak istrinya untuk selalu mendampinginya beribadah. Tempat ibadah memang jauh, mereka harus pergi ke kota, tetapi itu tidak menyurutkan niat Pak Sabar untuk mencari Tuhan yang menyelamatkan dan menebus dosa-dosanya.

Pada suatu hari anak-anaknya berkata ”Kami tidak setuju jika bapak dan ibu menjual iman supaya dapat menyekolahkan kami!” Mereka juga berkata bahwa mereka tidak akan mengikuti kepercayaan orang tua mereka. Pak Sabar berkata ”Kalian jangan melarang orang tua mengenal kebenaran, nanti suatu saat kalian pasti akan mengerti.”

Pak Sabar mulai diasingkan oleh keluarga besarnya. Tidak ada lagi yang mau berkunjung ke rumahnya, biasanya kalau ada keluarga dari luar kota datang pasti mereka datang untuk berkunjung, namun sekarang tidak ada lagi yang mau menghampiri rumahnya. Ada lagi kejadian berat yang menimpa Pak Sabar. Ketika suatu hari ada seorang teman yang meminta tolong untuk menjaga rumahnya, tanpa berpikir panjang Pak Sabar menolong untuk menjagakan rumah temannya. Setelah selesai Pak Sabar kembali ke tempat kerjanya sebagai buruh, tetapi ternyata dia ditoloak oleh juragannya, karena ada pekerja baru yang sudah menggantikannya. Selama beberapa waktu Pak Sabar tidak ada pekerjaan dan istrinya yang berusaha tetapi akhirnya Tuhan buka jalan Pak Sabar bisa membuka usaha sebagai penjual makanan.

Ternyata usahanya yang baru ini diberkati Tuhan, usahanya maju dan kehidupan ekonomi lebih baik dari pekerjaan sebelumnya.

Lebih indah lagi, suatu hari salah seorang anakny yang pernah tidak setuju dengan keputusan mereka untuk mengikut Yesus bertobat dan mau ikut beribadah dan mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus.

Dosa dan kebenaran adalah seperti gelap dan terang, yang selalu mempunyai perbedaan. Tetapi kasih dalam Yesus dapat mempersatukannya di dalam terang. Pak Sabar kini telah kembali bersatu dengan anak-anaknya dan kondisi ekonominya pun telah dipulihkan.

Apakah saudara merasa sedih karena ditolak oleh keluarga, kerabat dan masyarakat sekelilingmu? Yesus telah menang karena itu jangan terus bersedih hati, nantikan saat-saat indah yang terbaik – saat Tuhan Yesus menjamah hati yang keras, karena Yesus telah mati bagi mereka yang terbelenggu oleh dosa.

Kasih Yesus akan selalu memenuhi hati manusia yang terbuka dan menerimaNya.

Selasa, 17 Juni 2008

GEORGE WHITEFIELD

George Whitefield, Peniru Gerak Gerik Pendeta

"Saudara-saudara yang kekasih, dengarlah kata-kata yang keluar dari mulut saya. Saya membawa pesan Allah Yang Maha kuasa." Orang-orang yang berkumpul di kedai minuman itu tertawa terbahak-bahak. "Bagus, Nak! Bagus!" teriak seorang pria gemuk pendek sambil mengangkat gelas birnya. "Seandainya aku tidak melihatmu, Nak, aku mungkin tertipu," kata seorang langganan lainnya. "Kukira Pendeta Cole tua yang membentak-bentak di kedai minuman ibumu."

George Whitefield muda, yang baru berumur lima belas tahun itu, melakukan tipuannya yang paling disukai, yaitu menirukan Bapak Cole, Pendeta Southgate Chapel di Gloucester, Inggris. Menirukan pendeta di daerahnya telah menjadi suatu hiburan yang dilakukannya setiap malam sementara ia mengurus kedai itu untuk ibu dan ayah tirinya.

Bakat George Whitefield dalam hal menirukan dan bermain sandiwara itu terkenal di daerahnya. Di sekolah, ia selalu disuruh mengucapkan pidato apabila bapak walikota mengadakan kunjungan tahunannya. Kadang-kadang ia membolos dari sekolah beberapa hari berturut-turut untuk latihan sandiwara.

Ketika ia mencapai umur lima belas tahun, ia berhenti sekolah. Ibunya mengatakan bahwa ia diperlukan untuk membantu di kedai keluarganya itu. Demikianlah, pemuda yang kelak menjadi penginjil yang terkenal di dunia tersebut menghabiskan waktunya setiap sore dan malam dengan mengepel lantai, menghidangkan bir, dan menirukan Bapak Cole, sang pendeta.

Pada suatu malam, George dan teman-temannya masuk serta mengganggu kebaktian yang dipimpin oleh pendeta itu. Dengan berteriak-teriak, ""Bapak Cole Tua! Bapak Cole Tua!", anak-anak lelaki itu hampir mengubah kebaktian itu menjadi kekacauan. Apa yang tidak diketahui oleh teman-teman George dan langganan-langganan kedai itu ialah bahwa di dalam hatinya, George sungguh-sungguh tertarik akan khotbah-khotbah Bapak Cole. Sering kali setelah kedai minuman itu ditutup, pemuda itu duduk sampai jauh malam membaca Alkitab.

Pada suatu hari, seorang temannya mampir ke kedai itu dan menyarankan agar George memikirkan untuk pergi ke Oxford . ""Kamu dapat melanjutkan pendidikanmu dengan bekerja keras.""

George berkonsultasi dengan ibunya, dan disetujui bahwa ia sebaiknya kembali ke sekolah serta menyelesaikan pelajaran-pelajarannya agar dapat memenuhi syarat untuk masuk ke universitas.

Ketika pelayan kedai yang masih muda itu akhirnya sampai di Oxford , ia bertemu dengan John dan Charles Wesley. Kedua bersaudara itu telah membentuk "Perkumpulan Suci" yang disebut oleh mahasiswa-mahasiswa yang suka mengejek sebagai "Perkumpulan Orang Saleh", "Kutu-kutu Alkitab", "Fanatik-fanatik Alkitab", dan paling sering "Kaum Metodis", karena acara kebaktian rutin dan teratur yang mereka ikuti. Meski demikian, George tertarik oleh kebiasaan-kebiasaan agama yang sangat ketat dan ibadah yang dipatuhi oleh kedua bersaudara Wesley. Dalam tahun kedua di Oxford , ia menjadi anggota perkumpulan itu, serta bersumpah akan hidup sesuai dengan peraturan yang ada.

Ia berpuasa serta berdoa sama salehnya seperti anggota-anggota "Perkumpulan Suci" lainnya. Tetapi alangkah kecewanya, ia tidak menemukan damai di dalam jiwanya.

Charles Wesley meminjamkan sebuah buku kepadanya, yang berjudul "Kehidupan Allah di Dalam Jiwa Manusia". Ajaran-ajaran dalam buku itu seolah-olah merupakan berkas-berkas cahaya yang menyinari hati pemuda Whitefield. ""Allah telah menunjukkan kepadaku bahwa agama yang benar merupakan kesatuan jiwa dengan Allah, dan Kristus menyatakan diri dalam hati kita," yang kemudian ditulis Whitefield.

Dalam mencari agama yang benar ini, George Whitefield membiasakan dirinya berdoa dengan tekun. Setiap malam, ia mengeluh dan mengerang di tempat tidurnya, sambil memerintahkan iblis agar pergi dari padanya. Ia mencoba hidup dengan menahan lapar dan memberikan hampir semua uangnya kepada orang miskin. Ia memakai sarung tangan wol yang kasar, pakaian yang penuh tambalan, dan sepatu kotor. Akhirnya, karena ia mencari kesatuan dengan Allah secara terburu-buru dan dipaksakan, ia menjadi sakit. Kemudian pada suatu hari, ia ingat bahwa pernyataan Yesus akan rasa haus-Nya terjadi pada saat Ia tergantung di salib. Penderitaan-penderitaannya hampir berakhir, tiba-tiba Whitefield yang masih muda itu menjatuhkan dirinya di tempat tidur. ""Aku haus! Aku haus!" teriaknya.

Kemudian ia bersaksi mengenai apa yang dialaminya. "Tidak lama setelah itu, aku merasa dalam diriku bahwa aku dibebaskan dari beban. Perasaan duka telah diangkat dari dalam diriku, dan aku tahu apa yang menyebabkan aku sungguh-sungguh bersukacita di dalam Allah penebusku."

Baru setahun kemudian, Whitefield menyampaikan khotbahnya tentang doktrin "kelahiran baru"-nya di gereja-gereja terbesar di kota London . Seluruh Inggris segera menjadi gempar mendengar pengkhotbah muda yang bersuara emas itu. Atas undangan Wesley bersaudara, Whitefield pergi ke Amerika. Ia memimpin kebangunan rohani yang dramatis di Georgia. Ketika kembali ke Inggris, ia mendapatkan dirinya lebih terkenal daripada sebelumnya. Pada saat gereja negara yang merasa dipermalukan itu menutup pintu baginya, Whitefield pindah ke lapangan-lapangan dan berkhotbah kepada orang banyak yang berjumlah tiga puluh ribu atau lebih. Banyak pendengarnya mengalami kelahiran baru.

Ia pergi kembali ke Amerika. Pelayanannya demikian berhasil, bahkan Benyamin Franklin yang skeptis itu menyatakan, "Rupa-rupanya seluruh dunia menjadi saleh." George Whitefield baru saja berumur dua puluh enam tahun pada waktu itu. Whitefield berkhotbah selama tiga puluh tahun lagi kepada kumpulan banyak orang. Ia bolak-balik menyeberangi Atlantik. Ia terus berdoa bagi mereka yang belum mau memedulikan panggilan Kristus.

Pada tahun 1770, ia meninggal dunia ketika sedang berkhotbah. Ia sangat lelah dan tidak memedulikan dirinya lagi. Ketika sedang berkhotbah, ia berbalik sambil mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Aku lelah, ya Tuhan!" kemudian Whitefield meninggal di atas mimbar. Lord Bolingbroke, bangsawan yang skeptis itu, menyebut dia sebagai "orang yang paling luar biasa pada zaman kita".

Selasa, 06 Mei 2008

CATATAN SEORANG PRAMUGARI, TRUE STORY

Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.

Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada hari ini.

Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.

Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.

8] Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik.
9] Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.
( Yakobus 2:8-9 )

Senin, 05 Mei 2008

YANG TERBAIK AKAN DATANG!

Seorang Wanita Yang Suaminya Pengangguran Membagikan Kisah Penantiannya…

Saya ingin berbagi satu cerita yang indah dengan Anda. Saya bertemu Yane Pe Benito ketika saya memberi khotbah di perusahaannya. Yane adalah seorang wanita yang menyenangkan yang memiliki kisah yang mengagumkan untuk diceritakan, saya memutuskan untuk menceritakannya pada dunia.

Dua tahun lalu, suami Yane,
Beni , tanpa peringatan, kehilangan pekerjaannya. Hal ini menyebabkan rasa sakit dua kali lipat karena pekerjaannya sebenarnya sangat menjanjikan. Selama 6 tahun, Beni sangat menikmati pekerjaannya di sebuah perusahaan distribusi multinasional untuk produk perawatan kulit. Namun karena perubahan struktur organisasi yang terjadi dalam perusahaan tersebut (yang sering terjadi di banyak perusahaan belakangan ini), ia di-PHK.

Yane memutuskan untuk memberitahu berita menyedihkan itu pada kedua anaknya yang masih kecil, Gabriel (6 tahun) dan Marga (4 tahun). Ia memilih dengan hati-hati kata-kata yang akan dipakai untuk menjelaskan hal tersebut. "Anak-anak, kita harus menjaga lebih baik barang-barang kita…dan tidak memboroskan uang kita karena…ayah tidak punya pekerjaan lagi."

Gabriel kecil berkata, "Maksud ibu, ayah dipecat?" Yane terkejut mendengar kata-kata yang kasar tersebut. "Di mana kamu belajar tentang kata itu?!" Puteranya menjawab tanpa berbelit-belit, "Dari Peter Parker – Spiderman."

Tapi ya, PHK hanya merupakan kata yang lebih baik dari "Keluar, kami tidak lagi membutuhkanmu di sini." Kehilangan pekerjaan adalah selalu menyakitkan, sekalipun jika dibarengi dengan "pesangon". Di satu sisi Yane bersyukur atas "rejeki nomplok" itu, tapi di sisi lain Yane kuatir, menebak-nebak berapa lama keluarga mereka akan hidup dengan bergantung pada pesangon itu.

Beberapa bulan pertama semua berjalan baik;
Beni menerima rata-rata dua panggilan interview setiap minggu. Namun beberapa bulan menjadi setahun – dan terus berlanjut, panggilan interview semakin sedikit dan jarang.

Selama hampir dua tahun suaminya menganggur, Yane melalui kegelisahannya sendiri. Sebagai seorang ibu dari dua anak usia sekolah, ia melihat tabungan mereka yang semakin menipis. (Sebagai ukuran, ia pindah dari pekerjaan yang sudah ditekuninya selama 8 tahun, ke pekerjaan yang lebih tinggi bayarannya.)

Tapi di samping dana yang semakin berkurang, ia juga kuatir akan harga diri
Beni . Bukan karena Beni tidak mencoba; namun kelihatannya memang tidak banyak kesempatan kerja bagi pria berumur dengan latar belakang dan pengalaman seperti yang dimiliki Beni . Sebenarnya ada dua pekerjaan yang ia terima, tapi keduanya hanya bertahan sebentar. Sebut saja sebuah konflik kepribadian atau ketidak-cocokan, tapi Beni tidak dapat melihat dirinya bekerja lama di sana . Dengan marah, Beni akan keluar lagi.

Dan pernikahan mereka pun mengalami kesulitan, karena sekarang Yanelah yang memberi penghasilan bagi keluarga. "Akankah ego suami saya bertahan selama ini?" ia terus dan terus bertanya pada dirinya sendiri. Semakin waktu berlalu, ia semakin dan semakin kuatir akan
Beni .

Yane mulai bertanya pada Tuhan, "Tuhan, saya tidak mengerti apa lagi yang Engkau sedang ajarkan pada kami! Bagaimana lagi kami harus berdoa? Apa lagi yang harus kami doakan?"

Itulah saat ketika Yane menyadari bahwa doa mereka harus lebih spesifik.

Maka ia mengumpulkan kedua anaknya dan berkata, "Mari berdoa bagi ayah, agar ia dapat menemukan suatu pekerjaan yang baik dengan seorang atasan yang baik – seseorang yang seperti atasannya di perusahaan yang dulu."

Dan itu menjadi doa spesifik keluarga tersebut. "Tuhan, tolong ayah untuk mendapatkan seorang atasan yang baik seperti atasannya dulu, dalam nama Yesus."

Suatu hari, sekitar setahun lalu dari hari ini, Yane pulang dari kerja dan melihat kedua anak dan suaminya sedang berdempetan sambil membungkuk. "
Ada apa ini?" tanyanya.

Ia mendengar anak-anaknya berbisik dengan gembiranya, "Tunjukkan pada ibu sekarang!"

Beni menyodorkan sebuah amplop coklat padanya.

Yane pikir itu adalah sesuatu dari sekolah anak-anak.

Tapi bukan. Dengan perlahan ia menarik keluar secarik kertas dari amplop itu, ia membaca nama perusahaan… kemudian jabatan suaminya…dan gajinya… Sampai di sini, ia mengangguk puas.

Namun ketika ia sampai ke bagian bawah kertas tersebut, ia kaget setengah mati. Karena ada sebuah tanda tangan. Tanda tangan milik atasan favorit Beni!

Diiringi tatapan heran anak-anaknya, Yane mulai menangis dan tertawa pada saat yang bersamaan. Ia sangat sulit untuk mempercayai ini!


Seperti seorang anak, ia melompat-lompat kesenangan, dan disambut gembira oleh kedua anaknya yang ikut melompat dan tertawa bersamanya.

Gabriel bertanya pada ibunya, "Ibu, mengapa engkau menangis dan tertawa pada saat yang bersamaan?"

Yane melihat kesempatan bagus untuk menjelaskan, "Ibu menangis karena ibu begitu bahagia. Ingatkah bagaimana kamu berdoa untuk seorang
atasan yang baik bagi ayah? Lihatlah nama ini," ia menunjuk kertas yang masih ia pegang. "Kita hanya meminta seorang atasan yang seperti atasan ayah yang dulu. Tapi, Tuhan memberi ayah seorang atasan yang persis sama! Ia menjawab doa-doa kita!"

Saat itulah Gabriel mulai menangis.
"Mengapa kamu menangis?" tanya Yane.
"Karena aku juga sangat bahagia," kata anak laki kecil itu, dan seluruh keluarga saling berpelukan.

Ketika Yane menceritakan kisah ini, saya tahu saya harus berbagi cerita ini dengan Anda.

Karena semua kita melalui banyak kesulitan dan kehilangan.
Kita kehilangan pekerjaan kita, kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi, kita kehilangan uang kita, kita kehilangan sahabat-sahabat kita… Dan seringkali, kita menanti dan menanti agar rasa sakit ini hilang, agar rasa kehilangan ini menjadi sembuh. Kadang-kadang, kita menanti selama waktu yang panjang. (Yane dan Beni harus menunggu selama dua tahun.)

Namun pada akhirnya, saya percaya kalau Tuhan telah menyiapkan berkat terbaik bagi Anda.
Berimanlah. Percaya. Yang terbaik akan datang!

Sahabatmu,
Bo Sanchez

Kamis, 01 Mei 2008

Kisah nyata :
Dulu : Penyiar radio yang suka hedonisme

Pada tahun 1950 an Carl Stuart Hamblen adalah penyiar radio dan penulis lagu Hollywood yang sangat terkenal. Ia mempunyai kebiasaan main perempuan, pesta dan minum.

Pada suatu waktu , ada kebangunan rohani yang diadakan oleh rev. Billy Graham. Pada permulaan khotbah Billy Graham mengatakan ; " Ada diantara pendengar yang mempunyai kepalsuan besar ".

Bertemu dengan Billy Graham. Billy Graham menolak mendoakan. Bertobat dan hidup baru

Hamblen mengira yang Billy Graham maksudkan adalah dirinya. Kata ini selalu teringat sampai dua hari. Ia memberanikan diri untuk menjumpai Billy Graham jam 2 malam Ia minta didoakan. Tetapi Billy Graham menolak. Kata Billy Graham : " Ini adalah masalah pribadimu dan Tuhan. Saya tidak mau menjadi penengah " Tapi Billy Graham mengundang Hamblen. Mereka bicara sampai jam 5 pagi. Hamblen menjatuhkan diri bertelut menangis kepada Tuhan.

Meninggalkan semua yang lama. Menolak mengiklankan bir

Ini belum akhir dari cerita. Ia mulai menghentikan sama sekali minum, main perempuan dan segala kesenangan duniawi yang lama. Ia mulai kurang disukai oleh Hollywood. Ia pernah ditegur oleh stasiun radio karena menolak mengiklankan minuman bir. Ini masa yang sulit buatnya. Hamblen mulai menulis lagu Kristen. Lagu “This Old House” ditulis buat temannya Rosemary Clooney. Semua lagu yang ditulis tidak sesukses lagu yang ditulis setelah temannya, John Wayne.

Tantangan dalam menjalankan iman Kristen.
Menulis lagu It Is No Secret dan bertemu dengan teman dekat : John Wayne

Pada saat itu, John Wayne, temannya berkata kepadanya : " Kau akan memulai dengan masalah besar jika kau membawa imanmu ke dalam pekerjaamu.”

John Wayne : “Apakah imanmu begitu berharga buatmu?”

Hamblen : “Ya”

Joh Wayne : “Apakah kau akan menghilangkannya?”

Hamblen : “Tidak.”

John Wayne : "Bagaimana kau dapat mengatasi semua kesulitan dengan begitu mudah?"

Hamblen : “Ini bukan rahasia besar. Semua perkara mungkin bagi Tuhan.”

John Wayne : “Ini menarik! Akankah kau menulis lagu untuk hal ini?"

Humblen mulai menulis lagu It is no Secret, what God can do berdasar pada Ibrani 4 : 7

Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu "hari ini", ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!"

Jika anda beriman sungguh Tuhan ada dipihak anda. Tidak ada yang mustahil buat Allah. Tidak terbatas kuasa Allah.

Jumat, 25 April 2008

CINTA INI MILKMU MAMA

"Rosa, bangun...... sarapanmu udah mama siapin di meja."

Tradisi ini sudah berlangsung 26 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat tapi kebiasaan mama tak pernah berubah. "Mama sayang. ga usah repot-repot ma, aku sudah dewasa." pintaku pada mama pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah.

Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya, ingin kubalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku.. ....raut sedih itu tak bisa disembunyikan.

Kenapa mama mudah sekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca.. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak. tapi entahlah.... ..niatku ingin membahagiakan malah membuat mama sedih. Seperti biasa, mama tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya "Ma, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan mama. Apa yang bikin mama sedih?" Kutatap sudut-sudut Mata mama, ada genangan air mata di sana. Terbata-bata mama berkata, "Tiba-tiba mama merasa kalian tidak lagi membutuhkan mama. Kamu sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kamu, mama tidak bisa lagi jajanin kamu. Semua sudah bisa kamu lakukan sendiri"

Ya Tuhan, ternyata buat seorang Ibu......bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya.. .....niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku merenungkan. Apa yang telah kupersembahkan untuk mama dalam usiaku sekarang? Adakah mama bahagia dan bangga pada putrinya? Ketika itu kutanya pada mama. Mama menjawab "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kamu berikan pada mama. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat mama. Setelah dewasa, kamu berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat mama. Setiap kali binar Mata kamu mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap "Ampuni aku ya Tuhan kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada mama. Masih banyak alasan ketika mama menginginkan sesuatu." Betapa sabarnya mamaku melalui liku-liku kehidupan. Mamaku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Ah, maafkan kami mama..... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat mama lelah....... .sanggupkah aku ya Tuhan?

"Rosa, bangun nak.. sarapannya udah mama siapin di meja.. "
Kali ini aku lompat segera...... kubuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat Dan kuucapkan... .."Terimakasih mama, aku beruntung sekali memiliki mama yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan mama." Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan cintaku ini milikmu, Mama. Aku masih sangat membutuhkanmu. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..

Sahabat..... ..tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "Aku sayang padamu." Namun begitu, Tuhan menyuruh kita untuk 'menyampaikan' rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai......

Marilah kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita, Ibu.....walau mereka tak pernah meminta, percayalah.. ....kata- kata itu akan membuat mereka sangat bahagia..

"Ya Tuhan, cintailah mamaku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan mama Dan jika saatnya nanti mama Kau panggil, sambutlah dalam keabadianMu. ....titip mamaku ya Tuhan.."

Untuk dan oleh semua mama yang mencintai anak-anaknya dan semua anak yang mencintai mamanya, Cinta ini milikmu Mama.

Dikirim oleh Cun Su.

Selasa, 01 April 2008

SAMPAH YANG BERHARGA DI MATA TUHAN

Lahir dari keluarga terhormat dan merupakan kalangan menengah yang terpandang. Orba Hutabarat besar di daerah Kayu Putih. Lingkungannya dekat dengan terminal Rawamangun, sebuah daerah yang memiliki peredaran obat-obatan terlarang dalam jumlah tinggi. Namun sebenarnya bukanlah lingkungan terminal Rawamangun tersebut yang membawa pengaruh besar bagi Orba melainkan teman-temannya di lingkungan rumahnya sendiri.

Orba mempunyai banyak teman, diantara teman-temannya itu ada satu orang yang menjadi teman dekatnya. Bahkan mereka 'berjanji' untuk membagi segala sesuatu yang mereka punya kepada temannya, kemanapun mereka pergi bersama. Apapun yang salah satu dari mereka punya maka mereka akan membaginya dengan yang lain. Tentu saja termasuk minuman keras, rokok, sampai masalah wanita.

Temannya tersebut anak dari seorang pejabat dan memiliki uang yang banyak. Mereka sering pergi bersama dengan jeep besar temannya. Dengan mengendarai jeep itu mereka menjadi pusat perhatian banyak wanita pada waktu itu.

Orba sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, Fakultas hukum, Universitas Kristen Indonesia (1987-1990), namun ia tidak menyelesaikan karena ia ingin ikut kakaknya yang tinggal di Amerika Serikat. Tindakan Orba sempat ditentang oleh kedua orang tuanya karena ia hanya tinggal menyelesaikan dua semester lagi. Namun akhirnya Orba pun berangkat ke Amerika dan memilih untuk tidak menyelesaikan kuliahnya. Di Amerika, Orba bekerja untuk mengumpulkan uang yang akan ia gunakan untuk membuka usaha sepulangnya ke Indonesia .

Setibanya di Indonesia, tahun 1992, Orba memulai bisnis es krim, ia memiliki beberapa gerobak es dan beberapa karyawan yang mengedarkan es-esnya. Usaha Orba terbilang sukses sehingga ia dapat menikmati kehidupan yang sangat berkecukupan. Namun kesuksesan ini tidak berlangsung lama.

Terjerumus karena teman
Di saat-saat itulah ia bertemu kembali dengan sahabat lamanya itu. Sahabatnya itu sudah mempunyai 'mainan' baru, yaitu shabu-shabu. Ketika mereka bertemu, sahabatnya itu mulai menawarkan barang itu secara gratis kepada Orba.

Pertama memang Orba tidak menghiraukan namun karena temannya itu terus-menerus menawarkan barang itu kepadanya maka Orba pun mencoba. Pada awalnya ia memang tidak tahu bagaimana destruktifnya barang itu. Dan memang ia belum merasakan sakau. Sang teman mengetahui kapan Orba akan sakau sehingga ketika ia melihat gejala-gejala sakau maka ia mulai memaksa Orba untuk membeli. Sejak itulah Orba terjerat dalam lingkaran setan narkoba.

Seperti banyak pemakai narkoba lainnya, Orba lebih suka mengurung diri di kamarnya sehingga ia menelantarkan usahanya. Dan satu demi satu seluruh hartanya habis untuk membeli narkoba. Sampai seluruh gerobak es ia jual untuk membeli barang haram itu. Sehingga ia benar-benar bangkrut.

Ia mulai merongrong orangtua dan keluarganya. Dari seorang yang mandiri menjadi orang yang sangat menyusahkan orangtua dan keluarganya. Ia mulai mencuri dan menjual semua barang yang bisa dijualnya untuk membeli obat-obatan tersebut.

Karena sudah tidak ada penghasilan lagi sang pengusaha sukses berubah menjadi seorang pencuri murahan. Ketika tetangganya menanak nasi, Orba nyelonong masuk dan mencuri rice cooker beserta nasinya. Bahkan Orba mencuri televisi di rumahnya sendiri pada saat bapaknya sedang menonton. Sampai kedua orangtuanya meninggal ia belum bisa berhenti.

"Sembilan tahun saya terikat dengan putau, rasa takut saya hilang digantikan dengan rasa sakau. Jadi ketika saya menjalani kehidupan di jalan yang keras, saya hampir tidak pernah dalam keadaan sadar."

Tahun 1997 saya menikah. Pada saat acara pernikahan, setiap 15 menit saya ke belakang. Orang-orang tidak ada yang tahu apa yang saya lakukan di belakang. Saya menyuntikkan putau ke tubuh saya di saat acara pernikahan saya.

Walau sudah menikah namun pernikahan itu tidak membuatnya berhenti dari narkoba karena baginya memakai putau itu wajib setiap hari.

Becky sang isteri sangat kecewa "Saya pernah merasakan kekecewaan yang amat sangat. Bahkan saya pernah kecewa sama Tuhan dan mau meninggalkan Tuhan, saya selalu bertanya mengapa Dia mengijinkan saya mengalami penderitaan, mengapa suami saya tidak penah berubah, bahkan terus menjadi-jadi. Saya semakin kecewa ketika anak saya Samuel sudah lahir, Orba tidak sedikitpun berubah."

Karena tidak tahan dengan kelakuan Orba, akhirnya Becky memutuskan untuk meninggalkan Orba dan membawa anak-anaknya ke rumah orangtuanya. Sejak itu Orba tinggal di jalanan. Ia menjadi preman di depan Arion plaza. Pekerjaannya meminta uang dari angkot, taksi dan kendaraan yang antri penumpang di depan Arion Plaza . Ia tidak pernah pulang dan tidur di pinggir jalan atau di tempat dimana ia bisa meletakkan kepala. Akibatnya praktis ia tidak pernah mandi sehingga badannya bau sekali.

Orba bertemu dengan seorang malaikat
"Entah bagaimana saya terus terbayang wajah Orba dalam pikiran saya. Karena itu saya berdoa khusus untuk mencari tahu keberadaan Orba saat itu. Saya terus berdoa untuk Orba, saya sangat percaya dia sangat berharga di mata Tuhan. Saya harus menemukannya, apa yang terjadi dengan dia"

Lewat cara Tuhan yang ajaib, Togi Simanjuntak, saudara sepupu Orba dipakai Tuhan untuk menjadi penolong bagi Orba. Setelah berdoa saya tidak tinggal diam. Saya langsung mencari tahu keberadaan Orba. Saya langsung mencari keberadaannya di jalanan. Sampai akhirnya saya menemukannya di pelataran toko. Pada saat bertemu dengan Orba, keadaannya sangat mengenaskan.

Pada perjumpaan pertama itu saya tidak banyak membicarakan tentang firman Tuhan. Karena saya tahu yang dia butuhkan saat itu cuma kasih.

Selama tiga tahun Togi tidak pernah melupakan Orba. Dia selalu setia menemui dan mendoakan Orba. Lewat keberadaannyalah Orba bisa merasakan kasih seorang saudara dan seorang sahabat yang mengasihi dia apa adanya. Sampai pada akhirnya sesuatu terjadi.

Tertangkap polisi
Sekalipun ia tinggal di jalanan namun ia tidak berhenti mengkonsumsi narkoba bahkan ia menjadi bandar atau menjadi perantara, menunjukkan orang yang ingin mendapatkan shabu-shabu kemana mereka harus pergi. Sampai suatu ketika ia dijebak oleh polisi dan tertangkap. Ia harus menukarkan dirinya dengan seorang bandar bila ingin lepas dan ia lakukan.

"Saya tertangkap polisi namun saat itu saya tidak terbukti membawa barang haram tersebut. Hanya saja polisi menemukan suntikan. Di dalam mobil saya dipukuli oleh polisi, saya di tusuk jarum suntik dan di paksa untuk mengaku. Akhirnya saya ditawari kebebasan dengan syarat mau menunjukkan identitas seorang Bandar. Saya terus diinjak-injak sampai akhirnya saya mau menerima tawaran mereka"

Sejak saat itu timbul kerinduan saya untuk sembuh. Saya mulai berusaha untuk lepas dari keterikatan saya, namun semuanya itu sia-sia.

Pemulihan terjadi
Keluarga berusaha membawa Orba ke panti rehabilitasi narkoba (Gerbang Aksa) namun ia tidak juga sembuh. Hingga akhirnya lewat seseorang yang mau bayar harga untuk mengasihinya meskipun ia pada saat itu sangat tidak layak untuk dikasihi, yaitu sepupunya sendiri Togi Simanjuntak.

Oleh Togi, Orba diperkenalkan dengan seorang hamba Tuhan yang melayani orang-orang jalanan dan para preman. Hamba Tuhan tersebut juga mempunyai latar belakan di dunia keras jalanan.

Orba diperkenalkan dengan seseorang bernama Niko Kili-Kili, Niko adalah hamba Tuhan yang latar belakangnya juga pernah menjadi preman dan pengedar narkoba. Ketika dilayani di tempat Niko, keadaan Orba sudah benar-benar putus asa, ia sudah bosan dengan kehidupannya yang bertahun-tahun terikat dengan narkoba.

Di tempat itulah Orba dikenalkan kembali dengan pribadi Yesus yang maha pengampun dan sanggup memulihkan apapun juga. Hingga suatu malam ketika Orba berdoa, ia mengalami mukjizat.

"Semua orang pasti setuju jika seorang junky seperti saya dulu harus memakai narkoba setiap hari agar tidak menderita sakau. Namun saya bilang kepada Tuhan, jika saya berikan hidup saya kepa Tuhan, pasti Tuhan akan memelihara saya. Tuhan pasti tidak akan meninggalkan saya."

Sesuatu yang ajaib terjadi. Sejak malam itu sampai saat ini saya sudah lupa bagaimana rasanya sakau. Tuhan telah menyembuhkan saya dari ketergantungan tanpa pertolongan obat sedikitpun. Pekerjaan Tuhan tidak berhenti sampai disitu.

Meskipun mertua Orba sudah sangat memandang rendah kepada menantunya itu karena dianggap tidak bisa memelihara keluarganya sendiri. Namun setelah mereka melihat hidup Orba telah diubahkan Tuhan melalui pelayanan Niko Kili-Kili, akhirnya mereka memberikan restu ketika untuk pertama kalinya Orba datang untuk menjemput isteri dan anak-anaknya.

Kini sejak tahun 2002, Orba melayani bersama Niko Kili-Kili dan Moses Binur. Ia melayani para pelaku kriminalitas, pecandu obat-obatan sampai hari ini. Kehidupan dan keluarganya telah diubahkan secara luar biasa oleh Tuhan.

Senin, 31 Maret 2008

ROSE : Impian Seorang Mahasiswi

Hari pertama kuliah di kampus, profesor memperkenalkan diri dan menantang kami untuk berkenalan dengan seseorang yang belum kami kenal. Saya berdiri dan melihat sekeliling ketika sebuah tangan lembut
menyentuh bahu saya.

Saya menengok dan mendapati seorang wanita tua, kecil, dan berkeriput, memandang dengan wajah yang berseri-seri dengan senyum yang cerah. Ia menyapa, "Halo anak cakep. Namaku Rose. Aku berusia delapan puluh tujuh. Maukah kamu memelukku? "Saya tertawa dan dengan antusias menyambutnya, "Tentu saja boleh!". Dia pun memberi saya pelukan yang sangat erat."Mengapa kamu ada di kampus pada usia yang masih begitu muda dan tak berdosa seperti ini?" tanya saya berolok-olok. Dengan bercanda dia menjawab, "Saya di sini untuk menemukan suami yang kaya, menikah, mempunyai beberapa anak, kemudian pensiun dan bepergian."

"Ah yang serius?" pinta saya. Saya sangat ingin tahu apa yang telah memotivasinya untuk mengambil tantangan ini di usianya. "Saya selalu bermimpi untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan kini saya sedang mengambilnya!" katanya. Setelah jam kuliah usai, kami berjalan menuju kantor senat mahasiswa dan berbagi segelas chocolate
milkshake. Kami segera akrab. Dalam tiga bulan kemudian, setiap hari kami pulang bersama-sama dan bercakap-cakap tiada henti. Saya selalu terpesona mendengarkannya berbagi pengalaman dan kebijaksanaannya. Setelah setahun berlalu, Rose menjadi bintang kampus dan dengan mudah dia berkawan dengan siapapun. Dia suka berdandan dan segera mendapatkan perhatian dari para mahasiswa lain. Dia pandai sekali menghidupkannya suasana.

Pada akhir semester kami mengundang Rose untuk berbicara di acara makan malam klub sepak bola kami. Saya tidak akan pernah lupa apa yang diajarkannya pada kami. Dia diperkenalkan dan naik ke podium. Begitu dia mulai menyampaikan pidato yang telah dipersiapkannya, tiga dari lima kartu pidatonya terjatuh ke lantai. Dengan gugup dan sedikit malu dia bercanda pada mikrofon. Dengan ringan berkata, "Maafkan saya sangat gugup. Saya sudah tidak minum bir. Tetapi wiski ini membunuh saya. Saya tidak bisa menyusun pidato saya kembali, maka ijinkan saya menyampaikan apa yang saya tahu."

"Kita tidak pernah berhenti bermain karena kita tua. Kita menjadi tua karena berhenti bermain. Hanya ada rahasia untuk tetap awet muda, tetap menemukan humor setiap hari.Kamu harus mempunyai mimpi. Bila kamu kehilangan mimpi-mimpimu, kamu mati. Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar kita yang mati namun mereka tak menyadarinya." "Sungguh jauh berbeda antara menjadi tua dan menjadi dewasa. Bila kamu berumur sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama satu tahun penuh, tidak melakukan apa-apa, kamu tetap akan berubah menjadi dua puluh tahun. Bila saya berusia delapan puluh tujuh tahun dan tinggal di tempat tidur selama satu tahun, tidak melakukan apapun, saya tetap akan menjadi delapan puluh delapan. Setiap orang pasti menjadi tua. Itu tidak membutuhkan suatu keahlian atau bakat. Tumbuhlah dewasa dengan selalu mencari kesempatan dalam perubahan." "Jangan pernah menyesal. Orang-orang tua seperti kami biasanya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya, tetapi lebih menyesali apa yang tidak kami perbuat. Orang-orang yang takut mati adalah mereka yang hidup dengan penyesalan."

Rose mengakhiri pidatonya dengan bernyanyi "The Rose". Dia menantang setiap orang untuk mempelajari liriknya dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya Rose meraih gelar sarjana yang telah
diupayakannya sejak beberapa tahun lalu. Seminggu setelah wisuda, Rose meninggal dunia dengan damai. Lebih dari dua ribu mahasiswa menghadiri upacara pemakamannya sebagai penghormatan pada wanita luar biasa yang mengajari kami dengan memberikan teladan bahwa tidak ada yang terlambat untuk apapun yang bisa kau lakukan. Ingatlah, menjadi tua adalah kemestian, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan.

* * * * *
Sediakan waktu untuk berpikir, itulah sumber kekuatan.
Sediakan waktu untuk bermain, itulah rahasia awet muda.
Sediakan waktu untuk membaca, itulah landasan kebijaksanaan.
Sediakan waktu untuk berteman, itulah jalan menuju kebahagiaan.
Sediakan waktu untuk bermimpi, itulah yang membawa anda ke bintang.
Sediakan waktu untuk mencintai dan dicintai, itulah hak istimewa Tuhan.
Sediakan waktu untuk melihat sekeliling anda, hari anda terlalu singkat untuk mementingkan diri sendiri.
Sediakan waktu untuk tertawa, itulah musik jiwa.