Rabu, 24 Januari 2007

Tragedi atau Berkat?

Bertahun-tahun yang lalu di Skotlandia, keluarga Clark memiliki sebuah impian. Clark dan isterinya bekerja dan menabung, membuat perencanaan bagi keluarga mereka, termasuk 9 orang anak, untuk bepergian ke Amerika Serikat. Hal ini memerlukan waktu bertahun-tahun, namun akhirnya mereka memiliki tabungan yang cukup dan mereka mengurus pasport dan mengatur reservasi pada sebuah kapal pesiar baru menuju Amerika Serikat.

Seluruh keluarga itu dipenuhi dengan pengharapan dan kegembiraan tentang perjalanan mereka. Namun, tujuh hari sebelum keberangkatan mereka, anak laki-laki termuda digigit anjing. Dokter menjahit luka anak itu dan menaruh pita kuning tanda karantina di muka rumah Clark. Dalam rangka mencegah wabah rabies, mereka dikarantina selama 14 hari.

Impian keluarga ini berantakan. Mereka tidak akan dapat melakukan perjalanan ke Amerika seperti yang mereka telah rencanakan. Sang ayah, yang dipenuhi dengan kekecewaan dan kemarahan, menuju dermaga untuk melihat kapal mewah itu berlayar – tanpa keluarga Clark. Sang ayah menumpahkan air mata kekecewaan dan menyesali anak laki-lakinya karena kesialan itu.

Lima hari kemudian, kabar tragis melanda seluruh Skotlandia. Kapal pesiar Titanic tenggelam di laut. Kapal yang semula diperkirakan tidak bakal tenggelam itu ternyata tenggelam, merenggut ratusan nyawa bersamanya. Keluarga Clark seharusnya ada di kapal itu, namun karena anak laki-lakinya digigit anjing, mereka tertinggal di Skotlandia.

Ketika Pak Clark mendengar berita itu, ia memeluk anak laki-laki termudanya dan berterima kasih kepadanya karena telah menyelamatkan seluruh keluarga itu. Ia bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah menyelamatkan jiwa mereka dan mengubah apa yang semula dianggap tragedi menjadi suatu berkat.

Tragedi diubah jadi berkat, itu juga yang dialami dua pengusaha yang menjadi tokoh dalam buku "Mukjizat Kehidupan". Tuhan menunjukkan bahwa tidak selalu hal-hal buruk adalah kata akhir bagi kehidupan yang penuh kemalangan. Tuhan mengubah air mata menjadi mata air kehidupan.

Meskipun kita tidak selalu mengerti, Tuhan turut bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi-Nya. Sebab Tuhan mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Nya mengenai kita, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11)

Senin, 22 Januari 2007

God's WiLL
~*~*~*~*~*~
Semua dimulai dari impianku.
Aku ingin menjadi astronot.
Aku ingin terbang ke luar angkasa.
Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat.
Aku tidak memiliki gelar.
Dan aku bukan seorang pilot.
Namun, sesuatu pun terjadilah.
Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L esawat ulang-alik Challanger.
Dan warga itu adalah seorang guru.
Aku warga biasa, dan aku seorang guru.
Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington.
Setiap hari aku berlari ke kotak pos.
Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA.
Doaku terkabulkan.
Aku lolos penyisihan pertama.
Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental.
Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi.
Aku tahu aku semakin dekat pada impianku.
Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir.
Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara.
Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa.
Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu.
NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe.
Aku kalah.
Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi.
Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku.
Aku mempertanyakan semuanya.
Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Bagian diriku yang mana yang kurang?
Mengapa aku diperlakukan kejam?
Aku berpaling pada ayahku.
Katanya: "Semua terjadi karena suatu alasan."
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger.
Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali.
Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu.
Kenapa bukan aku?
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku : "Semua terjadi karena suatu alasan."
Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini.
Aku memiliki misi lain dalam hidup.
Aku tidak kalah ; aku seorang pemenang....
Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara :
1. Apabila Tuhan mengatakan YA. Maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang lain yang lebih sesuai untuk kita.
3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU. Maka mungkin kita akan mendapatkan yang terbaik sesuai dengan kehendakNYA.

--Frank Slazak--